Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah bagi umat muslim, karena
sebentar lagi hari kemenangan itu tiba, ya idul Fitri dimana umat muslim
merayakannya sebagai hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Dan apa
sih yang identik seputar menjelang hari
raya Idul fitri, ya tentunya makanan
khas, bikin kue, beli baju ( yang punya uang tentunya hehehehe…) dan tentunya
THR, ya THR atau Tunjangan Hari Raya itu adalah yang ditunggu-tunggu para
pekerja (termasuk penulis) menjelang hari raya idul fitri. Dan tulisan kali ini
akan mencoba sedikit mengulas tentang seputaran THR.
Di Indonesia memang ada aturan tenaga kerja dalam hal ini adalah
UU Ketenagkerjaan No 13 Tahun 2013 tapi yang uniknya di adalam aturan ini hampir
tidak ada yang mengatur tentang Tunjangan Hari Raya…Nah lho.. lalu darimana
dasarnya THR itu sendiri ?? hehehe tenang…. THR ada kok aturannya yaitu di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi atau di singkat Permenaker no 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan
Bagi Pekerja di Perusahaan. . Jadi tenang sudah ada aturannya kan…
Apa ih sebenarnya Tunjangan Hari Raya itu sendiri ?
berdasarkan Permenaker no 6 tahun 2016 THR adalah Pendapatan non upah yang wajib di bayar oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang
hari raya keagamaan yang berupa uang dan dalam mata uang rupiah, dan yang di maksud hari Raya di sini adalah Hari raya Iedul
Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja beragam Kristen
Protestan dan katolik, Hari Raya Nyepi Bagi pekerja beragam Hindu dan Hari Raya
Waisak bagi pekerja beragama Budha, dan Pemberian THR disesuaikan dengan Hari Raya
Keagamaan, masing-masing pekerja kecuali kesepakatan pengusaha dan
pekerja menentukan lain.
Lalu siapa saja
yang berhak memperoleh Tunjangan Hari raya ? yang berhak menerima THR tentunya
adalah Pekerja, pekerja yang dimaksud
disini adalah mereka yang terikat hubungan kerja dan dan menerima upah. Dan
di dalam aturan ini ada beberapa kondisi pekerja yang berkaitan dengan THR yang
di terima :
1. Pekerja dengan
masa kerja kurang dari 1 bulan tidak berhak atas THR.
2. Pekerja yang
lebih dari 1 bulan tapi belum 1 tahun mendapatkan THR secara proporsional
bulan, contoh seorang pekerja sudah bekerja selam 5 bulan pekerja tersebut
mendapatkan THR sebesar {( 5 : 12 ) X Upah }
3. Pekerja yang masa
kerjanya 1 tahun atau lebih mendapatkan THR sebesar 1X Upah.
a.
Catatan Upah
disini adalah Gaji Pokok + tunjangan Tetap.
Lalu kemudian
timbul pertanyaan, apakah pekerja yang putus hubungan kerjanya (phk) masih
berhak dapat THR ? dalam Permenaker no 6 tahun 2016 juga di atur tentang pekerja yang
sudah tidak bekerja lagi dalam hal ini PHK atau pindah perusahaan dengan masa
kerja berlanjut yaitu seperti di bawah ini…
- Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30(tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan berhak atas THR.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam point 1tidak berlaku bagi pekerja dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu ( kontrak ) yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan. tapi bila PKB (perjanjian kerja Bersama) atau PP (Peraturan Perusahaan) mengatur lain dan lebih baik dari Peraturan Menteri maka yang berlaku adalah PKB atau PP itu.
- Dalam hal pekerja dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, maka pekerja berhak atas THR pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama, pekerja yang bersangkutan belum mendapatkan THR.
Setelah tahu bahwa pekerja berhak atas
THR, lalu siapa yang wajib memberikan THR ini? Ya tentunya dalam ini adalah pengusaha
dan dalam aturan ini yang di maksud pengusaha adalah
- Orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
- Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
- Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, yang berkedudukan di luar Indonesia.
Pernah dengar
bahwa ada perusahaan yang memberikan THR lebih dari 1X upah?? Emang boleh ya… Itu di perbolehkan bahkan menjadi harapan pekerja, hehehe karena di pasal 4 Permenaker no 6 tahun 2016 berbunyi seperti ini “Dalam hal penetapan besarnya nilai THR
menurut Kesepakatan Kerja(KK), atau Peraturan Perusahaan (PP)
atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau kebiasaan yang telah
dilakukan lebih besar dari nilai THR sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan
Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan, Kesepakatan Kerja Bersama
atau kebiasaan yang telah dilakukan. “.. jadi memang
diperbolehkan dan untuk meraih hal-hal seperti ini diperlukan posisi tawar
pekerja yang kuat, maka disinilah peran serikat pekerja.
Jangan lupa ya,
THR di berikan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya, kalau sudah dapat
THR simpan dan gunakan dengan bijak, tapi terserahlah itu urusan masing2…
hehehehe. Tapi kalau belum terima THR sampai saat hari raya dan perusahaan
tidak ada pemberitahuan tentang kapan THR akan di berikan bahkan terkesan cuek
dan gak mau ngasih trus gimana?? Kalau dah begini laporin saja ke Dinas Tenaga
kerja karena Pengusaha telah melanggar ketentuan pembayaran THR akan diancam
Hukuman pidana kurungan maupun denda. Selain itu, Anda juga bisa mengajukan
gugatan perselisihan hak ke Pengadilan Hubungan Industrial di provinsi tempat
Anda bekerja.
dan keterlambatan pemberian THR oleh Perusahaan kepada pekerja maka perusahaan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar
dan keterlambatan pemberian THR oleh Perusahaan kepada pekerja maka perusahaan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar
Untuk lebih jelas mengenai
perhitungan THR, berikut Gaji berikan beberapa contoh kasus : pekerja tanpa pemberi
1. Contoh Kasus I
joko pekerja di PT X dengan masa kerja 2 tahun dengan upah tetap (gaji Pokok) Rp 3.000.000, dengan tunjangan anak Rp 100.000, tunjangan transportasi Rp 400.000,tunjangan makan Rp 300.000.
pertannyaannya , berapa THR yang di terima si joko ?
jawaban
Rumus untuk menghitung THR bagi
pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan adalah 1 x Upah/bulan.
Upah disini adalah jumlah gaji pokok ditambah tunjangan tetap
Gaji Pokok
: Rp. 3.000.000
Tunjangan
Tetap : Rp. 100.000
Tunjangan transportasi dan makan
merupakan tunjangan tidak tetap, karena tunjangan tersebut diberikan secara
tidak tetap (tergantung kehadiran).
Jadi, perhitungan THR yang berhak
didapat oleh joko adalah sebagai berikut :
1 x (Rp. 3.000.000 + Rp. 100.000) = Rp. 3.100.000
2. Contoh Kasus II
Wati sudah bekerja di PT Y selama 6 bulan, wati mendapat Upah Pokok ( gaji Pokok) sebesar Rp 2.400.000 di tambah tunjangan transportasi Rp 500.000
dan tunjangan makan Rp. 500.000. Berapa THR yang bisa didapat wati?
Jawaban :
Rumus untuk menghitung THR bagi
pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang
dari 12 bulan adalah
Perhitungan masa kerja/12
x Upah 1 bulan (gaji pokok + tunjangan tetap)
Gaji Pokok
: Rp. 2.400.000
Tunjangan
Tetap : 0
Tunjangan transportasi dan makan
merupakan tunjangan tidak tetap, karena tunjangan tersebut diberikan secara
tidak tetap (tergantung kehadiran).
Jadi, perhitungan THR yang berhak
Wati dapatkan adalah :
6/12 x (Rp. 2.400.000 +)
= Rp. 1.200.000
Catatan Penting;
berdasarkan Pasal 4 Permenaker no 6 tahun 2016, dalam hal penetapan besarnya nilai THR menurut KK, PP, PKB, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih
besar dari nilai THR , maka THR yang
dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan KK, PP, PKB atau kebiasaan yang
telah dilakukan.
Ini
artinya, jika pengaturan mengenai THR yang terituang dalam KK, PP, atau
PKB itu memiliki nilai yang lebih besar atau lebih menguntungkan bagi
karyawan, maka besaran THR yang berhak diperoleh karyawan adalah sebesar
apa yang tertuang dalam KK, PP, atau PKB tersebut.dan ini sebenarnya salah satu kuncinya ada di kesolidan pekerja dan serikat pekerja di sebuah perusahaan.
Dasar hukum
semoga bermanfaat
1 komentar:
test
Post a Comment